Pernah di sebuah perjalanan dari Jambi ke Padang, aku bertemu seorang perempuan tua berumur 65 tahun. Kami duduk sebangku. Beliau orang yang hangat dan sangat bersahabat. Penampilannya jauh dari kesan tua bangka. Sangat berjiwa muda. Sepanjang perjalanan kami mengobrol, mulai dari hal-hal ringan sampai diskusi yang cukup berat.
Namanya bu Mainar, pensiunan guru SMA 1 Jambi. Dari semua diskusi kami, satu hal yang membuatku tak kan lupa adalah kisah cintanya. Aku jadi senyum geli mendengarnya. Kisah kasih tak sampai. Bak dongeng siti nurbaya. Dimulai dari pertanyaan bu mainar tentang siapa calon suamiku. Aku yang sudah mulai akrab dengan beliau dan terbuka, akhirnya berterus terang tentang zahidku. Bagaimana proses pertemuan, kasmaran dan akhirnya jatuh cinta hingga memutuskan untuk mengakhiri kisah cinta kami dalam sebuah pernikahan.
Bu mainar, senyum-senyum saja saat mendengar penuturanku.
"hei nik, ibu juga punya kisah yang hampir mirip dengan kisah nik"
"wuih seru nih, ibu serius", selidikku
"Iya", jawabnya mantap
Akhirnya beliau bertutur seperti air mengalir. Dulu semasa masih menjadi mahasiswa, bu Mainar punya sahabat pena, seorang mahasiswa bersuku jawa dan kuliah di Jawa. Dari koresponden sebagai sahabat meningkat menjadi sebuah kisah cinta jarak jauh. Jarak bukanlah penghalang bagi mereka yang jatuh cinta. love is blind. Cinta tak pernah mengenal jarak atau apapun. Cinta sebuah filosofi yang rumit. Akhirnya si Pria idaman pun berniat akan ke Padang melamar bu Mainar. Darah muda mereka membuat halangan menjadi tantangan yang akan mempermanis kisah cinta mereka berdua. Walaupun ditentang orang tua, bu Mainar bertekad untuk setia menunggu janji sang pujaan.
Tapi, takdir adalah kepunyaan Allah. Manusia hanya perencana, tapi Allah lah yang memutuskan takdirnya. Bencana gunung merapi di Jawa mengakhiri kisah cinta mereka. Konon sang pujaan menjadi salah satu korbannya. Sejak saat itu, hubungan mereka terputus. Janji setia pun menjadi sebuah cerita usang.
Endingnya bu Mainar menikah dengan orang lain, pria minang pilihan orang tuanya. Bu Mainar menjalani semua dengan ikhlas dan sabar. Aku mendengar kisahnya dengan seksama. Hingga tercetus dari mulutku.
"Apakah ibu, masih mencintai pria itu?"
Dengan mimik serius beliau menjawab "Ya", beliau berhenti sebentar dan melanjutkan,"Bahkan Ibu masih menyimpan surat-suratnya".
Kisah beliau menjadi pelajaran berharga untukku, tentang keyakinan dan kesabaran bu Mainar dalam menjalani kisah cintanya. Dan satu hal yang pasti bahwa love is not having but being.
Sisa perjalanan kulalui dengan berpikir dalam tentang makna sebuah cinta. Semoga kisah cintaku denga zahid berakhir happy ending. I cant wait anylonger.
padang, dini hari rabu.
1 komentar:
Assalammualaikum..nik, semoga Allah memberikan jodoh yang baik untuk nik n jg u pit..co yang nik katoan tu, Cinta ndak harus memiliki, awak mencintai karano awak mencintai jiwanyo, bukan fisiknyo..jd walaupun fisiknyo ndak ado dakek awak, tapi awak akan slalu mencintainyo sepenuh hati awak.
Posting Komentar