hanya puisi

MATINYA SEEKOR KUPU-KUPU
Bukan, bukan maksudku Melakukannya
Akupun sunyi dalam kebisingan
Aku sengsara dalam kemegahan
Pembangunan kota
Memang……..
Semestinya aku tak melakukaannya
Walau harus berbagi kelam dengan warna
Tapi bukankah madu yang kuhisap
Lalu, kenapa aku tak diberi
kesempatan, sedikitpun
Letih……….
Aku sangat letih
Walau suaraku tak mau keluar
Hanya kebisuan bernada
Tapi biarlah kupendam sendiri
Walau warnaku kian suram tak menarik
Hanya sebuah siluet di antara bayang-bayang
Gedung pencakar langit
Tapi biarlah aku merasakan kehadiranku
Biarlah………
Ucapku
Tak pasrah
Tubuhku terjerambab di aspal jalanan
Di antara ribuan sepatu-sepatu berjalan
Menghitung detik
Pelan pekikku
Ini juga bumiku
Apakah kalian dengar??

SANG TERGUGAT

Dari tergugat
Tidak yang mulia
Saya tidak butuh pengacara
Ataupun pembela
Saya tak butuh saksi
Ataupun sanksi
Saya tak butuh juri
Ataupun pemerhati
Saya muak Yang Mulia
Melihat mereka-mereka
Yang senantiasa mengacungkan
Telunjuk-telunjuk kemunafikan
Sampah-sampah busuk yang mereka impor
Membubung kian kemari
Hutan-hutan tropis
Layaknya zambrut hijau
Mereka babat, musnah
Habitat-habitat ajaib itu
Logam dan bebatuan
Dikorek tanpa henti sampai ke ujung bumi
Tanah dibeton dan dijejali gedung-gedung
Yang angkuh
Hingga manusia pun terpinggirkan
Tapi, lihat………
Mereka-mereka semuanya mengacungkan
Telunjuk-telunjuk kemunafikan
Ke depan, ke atas, ke bawah
Ke segala arah
Pengecut, mereka-mereka memang pengecut
Saya
Yang lahir dengan segenap tetesan darah
Dalam deru peluru kasih sayang
Saya,
Yang lahir dengan segenap karunia Tuhan
Dalam alunan pujian Ilahi
Saya,
Yang tumbuh dengan segenap caci maki
Dalam kepiluan dan ketakberdayaan
Yang Mulia,
Saya tak butuh pengadilan ini
Saya tidak bersalah!!!
Retyped at 13 ramadhan 1428 H (25 October 2007 M) Telanaipura, Jambi

Tidak ada komentar: